My Diary

You can't hurt someone really bad and pretend like you-never-did anything.

You can't hurt someone's feelings and said ''Nevermind, i didn't mean anything''

You can't broke someone's happiness calmly and then said ''Don't worry. It was a joke''

You can't pretend like ''what happen? Did something worst happened to you?'' after every word you said make her falling into a deep deep hole.

You can't laugh and doing everything you want just because you want it so bad and you have to do it right now and you never think maybe at that time there is someone who crying so much because of your attitude.

You can't live calmly if someone's life can't be happy just because of what you said or what you did to her before.

(Diary Astrid Khairina, 5 Juni 2018)

Kepada : Ingatan. 

Pesan : 

Hai. Kapan kamu akan berhenti?

Kepada : Benci

Pesan : 

Aku ingin bertanya. Apa kamu tidak bosan?  :)

Kepada : Hati. 

Pesan :

Apa kamu baik baik saja?

Istirahatlah. 

Kamu pasti lelah.

Kepada : Kamu. 

Pesan : 

Apa kabar?

Apa Tuhan sudah membalasmu? 

Apa kamu sudah memilih menghilang karena Tuhan sudah menghukummu?

Atau...

Apa kamu masih tertawa? 

Apa tawamu masih sama seperti tepat satu tahun yang lalu?

Jika ya. 

Aku pastikan bahagiamu sekarang hanyalah fana. 

Tuhan hanya terlalu sabar menunggu kamu untuk "berubah".

Bahagiamu pasti berjangka. 

Aku pastikan itu.

(Diary 7 Maret 2018, Astrid Khairina S)

Aku hanyalah bagian dari sebuah percobaan.

Aku adalah sebuah bentuk pelampiasan.
Aku hanyalah sebuah bentuk produk gagal.

Aku adalah sebuah bentuk pengharapan yang sia-sia.

Aku merupakan kali pertama yang sempat diharapkan.

"Kamu hebat"kata mereka padaku saat itu.

"Kalian hebat" ucapku dari dasar paling bawah saat ini.

Roda pasti berputar.

Merasa ria berada di puncak.

Merasa tersudut karena di dasar.

Roda pasti berputar.

Pasti.

Yang membedakan hanyalah berapa lama roda menempatkanku di bagian paling dasar?

Bagaimana jika roda berhenti ketika aku tengah berada di dasar paling bawah?

Bagaimana jika roda tidak berfungsi kemudian diam permanen disaat aku belum sempat mencapai puncak paling atas?

Apakah aku adalah bagian dari mereka mereka yang akan selalu menempati urutan paling dasar?

Entahlah.

Aku memang hanyalah sebentuk pengharapan yang jelas gagal.

(Astrid Khairina, Diary 18 Februari 2018)

Aku.

Adalah sebuah kebodohan yang bersembunyi dibalik kata "baik".

Mengiyakan ketika diperlakukan tidak adil.

Tersenyum ketika seharusnya aku memaki.

Menangis ketika seharusnya aku mencaci.

Bagaimana ia tidak tertawa?

Ketika aku terlihat baik baik saja dibalik perbuatan jahat mereka di belakangku.

Bagaimana ia tidak berani?

Ketika kamu yang seharusnya paling menghormati justru merendahkan aku di hadapannya?

Aku masih sangat ingat bentuk tawanya saat itu.

Tawa melecehkan.

Tawa merasa bangga.

Tawa merasa menang.

Aku juga masih ingat bagaimana tatapannya.

Tatapan dengan senyum yang kuanggap sebagai senyuman paling jahat.

Dasar Murahan!.

Sungguh aku tidak suka.

Sungguh jika tawa itu terulang lagi maka sudah aku jambak bagian helai rambutnya yang rapuh menyerupai helai rambut tua bangka.

Tidak tau malu memang...

Bagaimana bisa si bodoh di hadapan cermin ini tersenyum ketika si jahat tersenyum kepadanya?

Jika ia merupakan tokoh dari sinetron mungkin ia adalah bagian yang mereka sang penonton maki dengan umpatan bodoh, tolol dan dungu.

Tuhan...

Ini sungguh..

Aku benci rasanya jadi dungu.

(Astrid Khairina, Diary 8 Februari 2018)

Aku punya tabung.

Tabung berisi oksigen.

Sayang tabung terkunci.

Hanya satu orang yang bisa membukanya.

Yaitu seorang pemegang kunci.

Agar bisa hidup, aku perlu oksigen.

Aku sudah berusaha mendapatkan oksigen.

Oksigen terkumpul.

Sang pemegang kunci enggan membukakan tabungnya.

Aku sudah sesak.

Aku hampir mati.

Aku sekarat...

Sang pemegang kunci masih saja terdiam.

Aku meronta-ronta.

Aku kesulitan bernafas.

Sang pemegang kunci masih juga diam.

Nafasku makin sesak...

Apa aku harus pasrah saja?

"Sulitnya bergantung pada orang lain" keluhku pasrah.

Sudah sekarat masih saja bungkam.

Sudah meninggal lalu menyesal.

Memang....

"Sulitnya menggantungkan nyawa pada nyawa lainnya."

Bagaimana ini?

Tidakkah seorangpun sanggup membukakan oksigenku?